Andjar Asmara

Andjar Asmara, 1930
-----------------
Abisin Abbas (lahir di Alahan Panjang, Sumatera Barat, Hindia-Belanda, 26 Februari 1902 – meninggal di Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, Indonesia, 20 Oktober 1961 pada umur 59 tahun), lebih dikenal dengan nama samaran Andjar Asmara, merupakan seorang penulis drama dan sutradara film yang terlibat dalam perfilman di Hindia-Belanda. Lahir di Alahan Panjang, Sumatera Barat, ia mendapatkan pekerjaan di Batavia (kini Jakarta). Ia kemudian berpindah ke Padang dan menjadi penulis drama untuk Padangsche Opera; di sana ia mengembangkan sebuah gaya drama yang
mengutamakan dialog. Sekembalinya ke Batavia pada tahun 1929, Andjar menghabiskan waktu tiga tahun sebagai kritikus film dan teater. Pada tahun 1930, ia bergabung dengan kelompok drama Dardanella sebagai penulis, sampai akhirnya mereka pergi ke India untuk memfilmkan karya drama Andjar bernama Dr Samsi.
Andjar meninggalkan Dardanella pada tahun 1936 dan mendirikan kelompok sandiwara Bolero, lalu bergabung dengan suatu penerbit, tempat ia mengadaptasi film dalam bentuk serial. Pada tahun 1940, ia diminta untuk bergabung dengan Java Industrial Film milik The Teng Chun, dan di sana Andjar menyutradarai dua film. Selama pendudukan Jepang, ia terus bergabung dengan teater, lalu kembali ke dunia film pada tahun 1948. Dalam periode ini ia menyutradarai tiga film serta menulis empat skenario; Andjar juga menulis sebuah novel, Noesa Penida, pada tahun 1950. Pada tahun-tahun terakhirnya, Andjar terus menjadi kritikus film sekaligus menulis serial. Ia dikenang sebagai salah satu tokoh besar dunia teater Indonesia dan salah satu sutradara pribumi pertama, walaupun Andjar tidak mempunyai peran kreatif yang besar dalam film-film tersebut.
Andjar dilahirkan dengan nama Abisin Abbas di Alahan Panjang, Sumatera Barat, pada tanggal 26 Februari 1902. Ia tertarik dengan dunia sandiwara saat masih muda setelah menonton sebuah pementasan dari kelompok stambul Wayang Kassim dan Juliana Opera.Bersama teman-temannya, Andjar belajar cara pementasan dengan pura-pura memainkan peran yang ditonton malam sebelumnya.[4] Setelah menyelesaikan pendidikannya di tingkat Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (setara dengan SMP sekarang), - pertama di sekolah berbahasa Melayu kemudian di sekolah Belanda – ia berpindah ke Batavia (kini Jakarta) dan bekerja sebagai wartawan freelance pada Bintang Timoer dan Bintang Hindia; ia mungkin sempat bekerja di perkebunan pula.
Sekitar tahun 1925, karena tidak puas dengan hasilnya di Batavia, Andjar pergi ke Padang dan menjadi wartawan untuk harian Sinar Soematera sekaligus menjadi penulis untuk kelompok sandiwara Padangsche Opera. Gaya tulisan Andjar lebih alami dibanding jenis sandiwara kontemporer, seperti bangsawan dan stambul, sebab ia menggunakan dialog sebagai bahan pokok dari drama itu dan bukan nyanyian;[4] gaya Andjar ini disebut dengan nama tonil, yang berasal dari sebuah kata dalam bahasa Belanda.Beberapa karya yang ia tulis untuk Padangsche Opera adalah adaptasi dari Melati van Agam, sebuah roman yang ditulis Swan Pen pada tahun 1923, serta Sitti Nurbaya, yang ditulis pada tahun 1923 oleh Marah Roesli. Sandiwara-sandiwara ini diterima dengan baik.
Pada akhir dekade 1920-an, setelah menghabiskan waktu dua tahun di Medan sebagai wartawan untuk Sinar Soematra,[9] Andjar kembali ke Batavia. Pada tahun 1929 ia mendirikan majalah Doenia Film; majalah ini merupakan versi bahasa Melayu dari majalah berbahasa Belanda Filmland dan dipenuhi dengan tulisan mengenai teater dan film domestik. Pada saat itu, sinema di Hindia-Belanda baru mulai muncul: film lokal pertama, Loetoeng Kasaroeng, dibuat pada tahun 1926, dan empat film lain dibuat pada tahun 1927 dan 1928. Andjar banyak menulis tentang karya teater dan film lokal. Menutur kritikus film Indonesia Salim Said, Andjar menjadi penasihat untuk pemasaran film Njai Dasima pada tahun 1929; pemasaran itu menegaskan bahwa pemain Njai Dasima kesemuanya orang pribumi. Pada tahun 1930 Andjar meninggalkan Doenia Film dan posisinya sebagai redaktur digantikan oleh Bachtiar Effendi.
Andjar menjadi penulis untuk kelompok sandiwara Dardanella pada bulan November 1930, bekerja di bawah pendiri kelompok itu Willy A. Piedro; ia bergabung dengan mereka karena beranggapan bahwa Dardanella mengutamakan kesenian dan bukan uang. Bersama kelompok sandiwara itu, Andjar menerbitkan berbagai naskah drama dan menulis beberapa lagi, termasuk Dr Samsi dan Singa Minangkabau, khusus untuk Dardanella. Dalam periode ini ia juga menjadi kritikus teater dan menulis beberapa karangan mengenai sejarah teater Indonesia.Pada tahun 1936, Andjar pergi ke India bersama Dardanella untuk membuat film berdasarkan naskah Dr Samsi, yang menceritakan seorang doktor yang diperas setelah asistennya mengetahui bahwa doktor itu mempunyai anak haram. Namun, film itu tidak jadi dibuat dan Andjar meninggalkan India bersama istrinya Ratna
sumber, id.wikipedia.org